Rabu, 08 Juni 2011

WASPADA DAN HINDARI CALO TANAH DI DAERAH SERANG


News / Rubrik / Serang raya


Jangan Jual Tanah Kepada Calo
By redaksi
Sabtu, 05-Mei-2007, 06:43:31 87 clicks  


SERANG – Bukti kepemilikan terakhir menjadi dasar bagi Tim Sembilan atau Panitia Pengadaan Lahan Pemkab Serang 


dalam pembebasan tanah yang akan dijadikan lahan Tempat Pembuangan Sampah Akhir-Reusable Sanitary Landfill (TPSA-RSL) Bojong Menteng, Kecamatan Tunjung Teja. Karena itu, warga diimbau jangan menjual tanahnya kepada calo.
Diketahui, tahun ini Pemkab Serang merencanakan pembebasan lahan seluas 30 hektar untuk pembangunan TPSA-RSL Bojong Menteng. Keseriusan itu dengan dianggarkannya dana pembebasan lahan pada APBD 2007 senilai Rp 30 miliar, menyusul adanya batas waktu dari Bank Dunia untuk penyediaan lahan hingga akhir tahun ini.
Namun, rencana pembangunan TPSA-RSL Bojong Menteng tahap awal seluas 45 hektar yang didanai Bank Dunia Rp 90 miliar tidak berjalan lancer karena ada penolakan dari sejumlah elemen masyarakat Kecamatan Tunjung Teja.
Terkait penerbitan SK Bupati Serang Nomor 954/Kep.167-Huk/2004 tentang Penetapan Lokasi TPSA Bojong Menteng (era Bupati Bunyamin), masyarakat menduga ada manipulasi dan tanpa melalui sosialisasi. Sehingga memunculkan spekulan tanah yang disinyalir oknum anggota DPRD Serang, bahkan mengakibatkan konflik di masyarakat.
Menyoal itu, Pemkab Serang tampaknya tetap berencana melangsungkan pembangunan TPSA-RSL Bojong Menteng. Kendati tahapan dalam proses pembebasan lahan belum dilaksanakan. “Pembebasan lahan dimulai tahun 2006 dengan nilai Rp 1 miliar. Bukti kepemilikan tanah terakhir kita jadikan dasar untuk membebaskan lahan masyarakat dengan cara musyawarah. Saya imbau kepada masyarakat untuk tidak menjual tanahnya kepada orang lain,” tegas Ismanto Ismail, Ketua Panitia Pengadaan Lahan Pemkab Serang, Jumat (4/5).
Kepala Bidang Perencanaan Pembangunan dan Prasarana Wilayah Bappeda Serang Farchi Fathoni membenarkan tudingan masyarakat itu. Ia khawatir, aksi penolakan sejumlah elemen masyarakat yang dipicu dugaan spekulan tanah dari oknum anggota DPRD Serang itu menjadi bola salju.
Ia berharap Panitia Pengadaan Lahan segera menyelesaikan tugasnya. “Sayang jika program ini gagal. Untuk mendapatkan bantuan Bank Dunia itu tidak mudah. Kita harus bersaing dengan kabupaten/kota lain,” tukas Farchi. (don)


News / Rubrik / Serang raya


Hindari Calo Tanah Proyek Interchange
By redaksi
Rabu, 17-Maret-2010, 07:48:25 129 clicks  



SERANG - Demi kelancaran pembangunan proyek interchange di Desa Julang, Kecamatan Cikande, Pemkab selaku panitia pembebasan lahan diminta untuk mewaspadai dan menghindari para calo tanah karena dikhawatirkan akan menimbulkan masalah. 



Wakil Ketua Badan Anggaran (Banang) DPRD Kabupaten Serang Purbo Asmoro mengingatkan, Pemkab sebagai pelaksana teknis harus menjadikan kasus hukum pembebasan lahan interchange yang terjadi beberapa tahun lalu sebagai pelajaran agar tidak terulang kembali. “Tertundanya pembangunan interchange salah satunya adalah karena urusan pembebasan lahan. Jadi, ini mesti menjadi pelajaran kita semua,” kata Purbo, Senin (15/3).
Untuk itu, politisi Partai Amanat Nasional (PAN) ini meminta Pemkab bersikap terbuka dalam pengerjaan proyek tersebut. “Mulai dari pembebasan lahan, jumlah alokasi anggaran, proses tender dan lainnya harus transparan supaya publik bisa turut serta mengawasi,” katanya.
Sekretaris Daerah (Sekda) Kabupaten Serang Lalu Atharussalam Rais mengatakan, pihaknya setuju apabila dalam pengerjaan proyek transparan. “Prinsipnya kita menginginkan kelanjutan proyek ini berjalan sesuai aturan, sehingga tidak menjadi persoalan di kemudian hari,” kata Lalu.
Menurutnya, proyek interchange merupakan salah satu program yang diprioritaskan, mengingat keberadaannya dibutuhkan masyarakat. “Kita harapkan pembebasan tidak menemui hambatan,” katanya.
Seperti diketahui, proyek interchange yang sempat tertunda akibat tersangkut kasus hukum yang melibatkan sejumlah pejabat Pemkab Serang, akan dilanjutkan mulai tahun ini. Dana senilai Rp 8 miliar yang berasal dari bantuan Pemprov Rp 5 miliar dan APBD Kabupaten Serang Rp 3 miliar telah disiapkan untuk pembebasan lahan seluas lima hektare. (kar)



News / Rubrik / Serang raya


Calo Tanah Bayangi Warga Glingseng
By redaksi
Rabu, 18-Februari-2009, 07:51:53 128 clicks  


PT IKPP Akan Dipertemukan Dengan Warga


SERANG - Warga Desa Glingseng, Kecamatan Kragilan, yang lokasi permukimannya berada di tengah-tengah kawasan PT Indah Kiat Pulp and Paper (IKPP), dibayangi para calo tanah.
Menurut Sukari, saat diundang Komisi A DPRD Kabupaten Serang, Selasa (17/2), warga pada dasarnya siap menjual tanahnya ke perusahaan. Namun, sampai saat ini yang datang hanyalah pihak ketiga dan belum ada kesepakatan soal harga tanah itu sendiri. “Yang datang ke kami selalu pihak ketiga atau calo tanah, dan ini tidak akan menyelesaikan masalah,” kata Sukari di depan para wakil rakyat.
Dikatakan oleh Sukari, warga sepakat jika Pemkab dan DPRD yang memfasilitasi soal pembebasan lahan tersebut. Langkah ini untuk menghindari pihak ketiga yang tidak jelas keberadaanya.“Kami juga ingin agar perusahaan membayar tanah sesuai dengan keinginan warga,” katanya.
Sa’adah, warga lainnya, berharap persoalan pembebasan lahan segera diselesaikan sehingga tidak berkepanjangan.
“Pada prinsipnya kami siap menjual tanah tapi harga tanahnya juga sesuai dan tanpa ada campur tangan para calo,” ungkapnya.
Menanggapi keinginan warga, Ubaidillah Kabier, anggota DPRD Kabupaten Serang yang menemui warga saat itu, mengatakan, pihaknya akan memfasilitasi pertemuan antara perusahaan dengan warga. “Kami hanya memiliki keinginan agar masalah ini cepat selesai, untuk itu dalam waktu dekat ini pertemuan gabungan akan kita lakukan,” ungkapnya.
Seperti diketahui, konflik antara perusahaan dengan warga Glingseng terkait pembebasan lahan sampai saat ini belum selesai. Meskipun berulang kali melakukan pertemuan tapi tidak membuahkan hasil. (kar)



Top News Banten
Tanah Pemkab Serang Dikuasai 'Calo'SERANG –

Rencana pembangunan pusat pemerintahan Kabupaten (Puspemkab) Serang yang akan dibangun di Desa Kaserangan, Kecamatan Ciruas, Kabupaten Serang bakal menuai masalah. Pasalnya tanah tersebut banyak dikuasai calo-calo tanah untuk kepentingan pihak swasta.

"Kurang lebih 80 persen tanah msyarakat desa Kaserangan sudah dikuasai pihak swasta, sudah dibeli pihak perusahaan semua, sisanya yang hanya sedikit milik masyarakat," kata Kepala Seksi Kesejahteraan Rakyat Desa Kaserangan, Kecamatan Ciruas, Sukriyadi.

Sukriyadi mengatakan, perusahaan-perusahaan tersebut memborong tanah masyarakat sekitar tahun 1990-an untuk kepentingan usaha mereka. "Sebagian besar belum digunakan. Masih merupakan tanah lapang," katanya seraya mengatakan bahwa total tanah di Desa Kaserangan mencapai 360 hektar. Sukriyadi mengaku sudah mendengar bahwa di Desa Kaserangan akan dibangun Puspemkab Serang. Tetapi detailnya kapan ia belum mengetahui.

"Kalau Pak Kepala Desa mungkin lebih tahu. Tapi kalau ada pembebasan tanah ya masyarakat sini tanahnya sudah sedikit. Paling untuk rumah dan halaman saja. Yang besar perusahaan," tuturnya. Ia mengatakan, ada sembilan pabrik yang beroperasi di Desa Kaserangan yakni PT Kolonina, PT Staedler, PT Murni Mapan Mandiri, PT Ceemtaek, PT Pakan Ternak, PT Yoshin Indonesia, PT BAE dan PT Wongdo. "Masih ada beberapa perusahaan lain yang sudah membeli lahan tetapi belum mendirikan pabrik," kata Sukriyadi.

Sukriyadi menyatakan, tidak ada peningkatan aktivitas jual beli tanah meski desanya gencar disebut-sebut bakal menjadi puspemkab. "Tidak ada, wong tidak ada yang dijual. Kami juga tidak tahu apakah puspemkab itu benar-benar di desa kami atau bukan," katanya.

Camat Ciruas, Rudi Suhartanto membenarkan jika tanah di Desa Keserangan sebagian besar dikuasai para pengusaha. Selain Keserangan, Desa Beberan juga kini sebagian besar sudah dimiliki pengusaha. Dikuasainya tanah di dua desa tersebut, kata dia, dikarenakan dua desa itu masuk dalam kawasan industri.

"Tapi secara umum di Kecamatan Ciruas sebagian besar masih milik warga, bukan pengusaha," ujarnya. (JAY/JNA)










Radar Banten News / Rubrik / Metro Cilegon
Calo Tanah JLS Gentayangan 
By redaksi  Rabu, 25-Mei-2011, 09:55:08

CILEGON - Adanya rencana pemindahan tem­pat hiburan ke Jalan Lingkar Selatan (JLS) menarik perhatian para calo tanah. Me­reka sibuk melobi para pengusaha tem­pat hiburan malam guna menawarkan ta­nah-tanah di sepanjang jalan alternatif ter­sebut.


Ketua Asosiasi Pengusaha Seni dan Hibur­an Cilegon (Apshigo) Hairon Hanafiah me­ngaku, sejumlah calo rajin men­g­hubunginya. Bahkan beberapa dari mereka tak segan-segan menelepon hingga dini hari. “Sudah dua hari ini saya dihubungi te­rus. Kurang lebih tiga orang, teleponnya sampai jam empat subuh,” katanya, kemarin.
Ia ditawari sejumlah tanah di JLS. Mulai dari Citangkil, Cilegon, dan Cibeber. Harganya bervariasi, di kawasan Citangkil dan Cilegon ia ditawari tanah dengan harga Rp 200 ribu hingga Rp 300 ribu per meter. Sementara di Cibeber harganya hingga Rp 1 juta. “Kebanyakan dari mereka me­nawar­­kan JLS kawasan tengah. Tam­pak­nya tanah itu tidak di pinggir jalan karena murah. Kalau saya terima, pastinya ha­rus merogoh uang lebih untuk mem­bangun akses jalan,” ungkapnya.
Namun ia mengaku tak tertarik untuk membeli tanah saat ini. Ini lantaran belum jelasnya rencana pemindahan tempat hi­buran, baik waktu maupun lokasi pe­min­da­han­nya. “Kami juga diimbau untuk se­gera konsultasi dengan Dinas Tata Kota untuk mencari tahu wilayah mana saja sebenarnya yang akan digunakan sebagai lokasi tempat hiburan. Lagipula Pemkot belum melakukan keputusan resmi, sebab kajiannya pun belum dilakukan,” katanya.
Sementara itu, Kepala Dinas Tata Kota Akmal Firmansyah mengatakan, hingga kini pihaknya belum menentukan lokasi yang akan menjadi pusat tempat-tempat hiburan di JLS. “Keputusan harus melalui kajian dulu. Sedangkan tim pengkajinya saja belum dibentuk. Artinya kita belum menentukan lokasinya di mana, jadi percuma kalau ada pengusaha hiburan yang mau beli tanah sekarang,” ungkapnya.
Sementara itu, Wakil DPRD Cile­gon Hasbudin mengatakan, pihaknya saat ini masih terus membahas poin-poin penting da­­lam perda hiburan. “Kami akan mendorong agar jumlah tempat hiburan dibatasi, juga jenisnya. Ini untuk menghindari sebutan Cilegon sebagai tempat hiburan. Termasuk jangan sam­pai Pemkot dibilang meng­halalkan perbuatan haram,” kata Hasbudin.
Menurutnya, lokasi tempat hi­buran nanti harus jauh dari pe­mukiman. Ia menyarankan Pemkot membuat landasan hu­kum yang isinya mencegah tem­pat hiburan melebar dari lokasi yang ditentukan. “Takutnya nanti banyak tempat-tempat hiburan lain di sekitar lokasi, akhirnya menjadi dekat dengan masyarakat. Itu jangan sampai terjadi karena akan menimbulkan gejolak masya­rakat,” katanya. (quy/del/ndu)
Radar Banten : http://www.radarbanten.com
Online version: http://www.radarbanten.com/mod.php?mod=publisher&op=viewarticle&artid=65786 

Maraknya Calo Tanah
Keresahan Membayangi Waduk Karian
06/06/2009 01:07 | oleh redaksi
None

Oleh: Marwan Azis dan Eko Maryadi

DEMI menciptakan pasokan air baku untuk warga kota, 2000 hektar lahan pemukiman dan kawasan pertanian di Kabupaten Lebak akan ditenggelamkan. Sekitar 4000 warga di empat kecamatan akan tergusur. Minimnya sosialisasi dari pemerintah membuat desas-desus berseliweran diikuti maraknya calo tanah.

Damai tapi resah, itulah gambaran umum Kecamatan Sajira, Kabupaten Lebak, Propinsi Banten. Sungai Ciberang yang melintas di kecamatan itu masih mengalirkan airnya bagi warga. Berbagai kegiatan masyarakat seperti mandi, mencuci, dan mendulang air minum masih berlangsung tanpa gangguan. Sekelompok anak berenang, sementara warga lainnya memancing. Di bagian sungai yang dangkal beberapa warga mencuci angkot dan sepeda motor. Sementara para penambang pasir menggali dan mengangkut pasir ke sampan kayu mereka.

Suasana seperti tadi pada masa mendatang mungkin akan lenyap. Bahkan tempat mencuci dan mandi warga bisa jadi berubah menjadi kolam raksasa. Itulah Waduk Karian, sebuah proyek mega yang akan menenggelamkan kecamatan Sajira di Kabupaten Lebak. Sungai Ciberang yang memiliki lebar 40 hingga 50 meter dan kedalaman antara 1 sampai 20 meter menjadi pendukung utama waduk yang akan dibangun. Sajira
adalah wilayah terluas yang terkena dampak proyek Waduk Karian dengan delapan desa yang akan ditenggelamkan. Tiga kecamatan lainnya masing-masing "menyumbang" satu desa untuk pembangunan Waduk Karian.

Rencana pembangunan Waduk Karian sudah dinyatakan oleh Gubernur Propinsi Banten Ratu Atut Chosiyah. Dalam acara syukuran kemenangan pasangan Atut-Masduki awal april 2007 di kantor Bupati Lebak, Gubernur
Banten menyatakan pembangunan Waduk Karian senilai tiga Triliun akan merelokasi 11 desa dan 4 kecamatan di Kabupaten Lebak. Waduk yang direncanakan sejak 1980 ini diharapkan akan rampung pada akhir 2010.

“Insya Allah Waduk Karian di Kabupaten Lebak sudah dapat diresmikan penggunaannya pada 2011. Selain akan menjadi penyedia air untuk wilayah Banten dan DKI Jakarta, keberadaan waduk ini bisa mengatasi
masalah banjir yang kerap melanda Banten dan ibukota,” ujar Atut seperti dikutip Sinar Harapan. Kawasan yang akan memperoleh prioritas suplai air baku ialah Kabupaten Tangerang, Serang, Cilegon, mungkin
termasuk Jakarta. Selain itu, Waduk Karian dibangun untuk mengendalikan banjir di kawasan Daerah Aliran Sungai (DAS) Ciujung propinsi Banten.

Senada dengan Gubernur Banten, Bupati Lebak Mulyadi Jayabaya, meyakini dampak positif Waduk Karian bagi warganya, termasuk bagi peningkatan ekonomi masyarakat di sekitar waduk. Mulyadi meminta aparat pemerintah dan warga agar tidak terlibat percaloan dan mewaspadai kehadiran calo tanah yang bisa mengganggu rencana pembangunan.

“Kepada para camat, jika terbukti terlibat percaloan tanah akan saya tindak tegas. Proyek Waduk Karian ini harus sukses demi kemajuan Kabupaten Lebak,” tegas sang Bupati. Mulyadi menjelaskan, warga yang berada di empat kecamatan telah siap dipindahkan kapan saja. Yakni Kecamatan Sajira, Muncang, Cimarga dan Rangkasbitung. Adapun sebelas desa yang warganya akan direlokasi mencakup desa Sukarame, Sukajaya,
Sajira, Sajira Mekar, Tambak, Pajagan, Pasir Tanjung, Mekarsari, Sindangsari, Calung Bungur, dan Sindang Mulya. Bupati Lebak menuturkan, saat ini pembangunan waduk sudah memasuki persiapan pembebasan lahan seluas 1.740 hektar, dengan perincian 1200 hektar berupa pemukiman warga dan 540 hektar merupakan areal pesawahan dan perkebunan.

Proyek Mega Minim Cerita
Rencana di atas kertas ternyata berbeda dengan kondisi di lapangan. Sederet persoalan ternyata masih muncul di sana-sini. Pertama masalah sosialisasi proyek ke lapisan warga terbawah yang sangat minim. Kedua, skema ganti rugi tanah warga yang belum disepakati secara bulat.

Ketiga maraknya percaloan tanah membuat warga resah dan tidak mudah mengambil keputusan. Keempat bentuk kompensasi dari pemerintah terhadap warga korban relokasi masih belum jelas komitmen maupun
jumlahnya.

Tokoh masyarakat Kecamatan Sajira, Haji Samsu (74) mengaku mengetahui rencana pembangunan Waduk Karian dari media massa. "Saya tahunya dari surat kabar. Sejauh ini saya belum pernah ikut acara sosialisasi.
Disini belum pernah ada kegiatan sosialisasi dari pemerintah untuk pembangunan Waduk Karian," ujarnya.

Hal senada disampaikan Rubama SE, warga Desa Sukajaya Kecamatan Sajira. Dikatakan, sejauh ini dirinya belum pernah mengikuti sosialisasi terkait rencana pembangunan proyek mega itu. "Saya belum pernah mengikuti kegiatan sosialisasi apapun. Padahal katanya waktu sosialisasi sudah lewat, dan sekarang sudah memasuki kegiatan inventarisasi lahan yang akan terkena pembangunan Waduk. Ini yang kita sesalkan," ujar Rubama yang juga pengusaha pemilik CV Banten Purnama.

Menanggapi keresahan warga, Kepala Desa Sukarame, Haji Adlani (31) buka suara. Kades yang baru terpilih itu mengaku bingung mengingat posisinya sebagai wakil pemerintah dan pimpinan masyarakat. "Disini
belum apa-apa, sosialisasi belum ada. Calo tanah juga belum kelihatan. Yang ada omongan orang-orang. Warga mulai resah, gimana katanya pak desa. Saya juga bingung, masalahnya saya baru terpilih," kata Adlani
saat ditemui Suara Publik di kantor Desa.

Berbeda dengan warga desa Sukarame dan Sukajaya, Kepala Desa Sajira, Ade Citra Wahyu (38) mengatakan sosialisasi proyek Karian pernah dilakukan di desanya, "Sudah pernah satu kali oleh pemda dan Balai
Besar Cidanau-Ciujung-Ciduran. Tapi hasilnya kurang efektif, karena hanya dilakukan dengan model satu arah," ujar Ade. Maksudnya, sosialisasi itu hanya pihak pemerintah saja yang berbicara di forum, sementara warga hanya mendengarkan saja.

"Itu seperti tahapan pengenalan manfaat bendungan. Modelnya sosialisasi satu arah, tidak ada diskusi," imbuh Pak Kades Sajira. Karena itu, Ade Citra mengharapkan agar Pemerintah Lebak dan pihak pengelola proyek Waduk Karian kembali mengadakan sosialiasi secara lebih detil dan lengkap. "Misalnya bukan saja sisi manfaatnya yang dijelaskan. Tapi juga dampak negatif yang ditimbulkan dari pembangunan waduk, supaya masyarakat siap. Bagaimanapun masyarakat sendiri yang merasakan dampaknya secara langsung."

Ketidakjelasan itu pula yang belakangan ini dimanfaatkan para calo tanah. Mereka berjumlah puluhan dan biasanya berkeliaran dari rumah ke rumah warga, seperti di desa Sukajaya. Banyak dari mereka seolah-olah
seperti membantu, tetapi lebih sering meresahkan.

“Kami bingung, kadang percaya kepada omongan calo-calo itu. Sebab mereka didampingi aparat pemerintah. Ada yang pakai seragam pemda, ada yang datang sendiri. Katanya, kami harus pindah dari sini. Kalau tidak, kami akan ditenggelamkan tanpa ganti rugi,” tutur Syakur, 33, warga Sukajaya. Syakur, menambahkan, para calo itu menawar tanah warga seharga Rp 2.500 sampai Rp 3.000 per meter persegi. Padahal harga pasaran tanah di daerah itu Rp 6.000 sampai Rp 9.000. Sejumlah warga mengaku sejak sebulan terakhir, didatangi para calo sambil meminta Surat Pemberitahuan Pajak Terutang (SPPT) Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) milik warga.

“Beberapa orang warga sudah menyerahkan SPPT Pajak sebagai bukti kesepakatan jual-beli tanah. Tapi sudah satu bulan uangnya belum turun. Katanya menunggu dana turun dari pemerintah. Itu benar enggak sih?" tanya Syakur. Sementara itu di lokasi bakal genangan telah terpasang sejumlah patok bertuliskan BPN (Badan Pertanahan Nasional). Patok hijau adalah tanda pembatas daerah yang tergenang air. Sedangkan patok merah sebagai kawasan lokasi pemindahan warga yang terendam air waduk.

Operasi pembebasan lahan di Kecamatan Sajira tampaknya sudah tiba. Lalu siapa mau menjawab keresahan warga?***



Rp 120 Miliar Untuk Lahan Puspemkab Serang
Jumat, 11 Februari 2011
SERANG – Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Serang pada tahun 2011 ini telah menyiapkan sedikitnya Rp 120 miliar dana APBD-nya untuk biaya pembebasan lahan yang diperuntukan bagi pembangunan Pusat Pemerintahan Kabupaten (Puspemkab) seluas 60 hektar. Dana tersebut rencananya akan digunakan untuk membiayai seluruh proses pembebasan lahan, pematangan lahan hingga biaya pembuatan sertifikat tanah.

“Dananya sudah tersedia di APBD 2011. Namun hingga saat ini masih belum bisa digunakan, karena masih ada persoalan teknis dan regulasi yang belum selesai,”ujar Kepala Bagian Perlengkapan Pemkab Serang, Marfudin.

Menurut dia, meski pemerintah dan DPRD Kabupaten Serang telah menetapkan Kecamatan Ciruas sebagai lokasi Puspemkab, namun tetap harus menunggu ketetapan Rencana Tata Ruang dan Wilayah (RT/RW) Kabupaten serang. Sehingga penggunaan uang dan lokasi lahan sesuai dengan peruntukannya serta tidak tumpang tindih dengan kepentingan di luar rencana Puspemkab.

“Karenanya hingga saat ini titik lahan yang ditunjuk untuk lokasi Puspemkab belum bisa ditetapkan. Intinya masih menunggu pengesahan dan penetapan RT/RW,” katanya.

Dia juga menambahkan bahwa besaran harga yang akan disepakati oleh Pemkab untuk membebaskan lahan warga belum ada kepastian resmi. Karena hal ini tergantung dengan negosiasi dan kemampuan keuangan daerah.

Hanya saja, saat ditanya lebih jauh soal harga yang akan ditawarkan pemerintah, Marfudin menyebutkan angkanya berkisar antara Rp 50 ribu hingga Rp 250.000 per meter persegi. “Untuk lebih jelasnya bisa ditanyakan kepada Panitia Sembilan. Namun begitu persoalan harga ini akan muncul setelah pemda melakukan sosialisasi, penetapan lokasi dan negosiasi dengan pemilik tanah,” ujarnya.

Sementara itu Marfudin enggan menjawab pertanyaan siapa-siapa yang nantinya terlibat dalam proses pembebasan lahan tersebut. Begitu juga dengan nama-nama pemilik tanah atau segelintir orang “Calo” yang biasanya muncul pada saat pembebasan lahan. “Saya enggak faham. Yang jelas saya akan melaksanakan kegiatan itu sesuai dengan aturan hukum yang berlaku,” katanya. (Moel)





Rabu, 23/02/2011 16:20 WIB
Calo Kuburan Lebak Bulus Divonis 8 Tahun Penjara 
Andi Saputra - detikNews




Jakarta - Mahkamah Agung (MA) menghukum calo tanah, Teguh Budiono selama 8 tahun kurungan. Teguh dihukum di tingkat kasasi dalam perkara korupsi pembebasan tanah untuk pemakaman dan pertamanan di bilangan Lebak Bulus, Jaksel.

"Dihukum 8 tahun dan denda Rp 200 juta subsidair 6 bulan penjara," kata anggota Majelis Kasasi, Krisna Harahap saat dikonfirmasi wartawan, Rabu, (23/2/2011).

Krisna menjelaskan, dalam perkara tersebut, negara telah dirugikan sebesar Rp 27.563.520.000 karena penggelembungan harga. Teguh juga diwajibkan membayar uang pengganti Rp 1.450.000.000 dalam jangka waktu 1 bulan.

Perkara tersebut diputuskan majelis hakim yang diketuai Artidjo Alkostar dengan anggota majelis hakim Krisna Harahap dan Syamsul Rakan Chaniago.

Sementara itu, terdakwa lain dalam perkara ini yakni mantan Kepala Sub Bagian Pembinaan Biro Perlengkapan Pemprov DKI Jakarta, Andi Wahab bernasib mujur karena di tingkat Pengadilan Negeri (PN) divonis bebas. Sedangkan jaksanya belum diketahui apakah sudah mengajukan kasasi ke MA atau tidak.

Kasus ini bermula pada 2006 Dinas Pertamanan Propinsi DKI Jakarta, terjadi pembebasan lahan di kawasan Taman Sari, Cilandak Jakarta Selatan. Nilai pembebasan lahan tersebut sebesar Rp 29 miliar sedangkan pemilik tanah mengaku hanya menjual tanah sebesar Rp 500.000 tiap meter perseginya, sementara itu Dinas Pertamanan membeli tanah sebesar Rp 1.032.000 per meter persegi.

Awalnya pemilik tanah menerima pembayaran sama jumlahnya dengan yang dianggarkan Dinas Pertamanan. Sisa kelebihannya dibayarkan pemilik tanah kepada tersangka Andy Wahab sebesar Rp 15 miliar.

(asp/gun)





KISRUH DI MASYARAKAT AKIBAT ULAH CALO TANAH

PT TIRTA INVESTAMA ILEGAL
Juli 16, 2008 at 10:46 am (REPORTASE)

UPDATE PADARINCANG

<!--[if !supportEmptyParas]-->

Minggu (13/7) malam saya menyempatkan diri untuk pulang kampung. Memenuhi janji dengan Abdul Basyit, koordinator penolakan atas pendirian anak perusahaan PT Tirta Investama (TI). Dari beliau saya mendapatkan kabar jika masyarakat yang dimotori oleh ulama, tokoh pemuda dan mahasiswa terus bergerak melakukan penolakan. Salah satunya adalah dengan melakukan pengumpulan tandatangan warga untuk menolak. “Ini dilakukan karena orang-orang yang pro terhadap perusahaan melakukan gerakan dukungan tanda tangan. Tapi saya yakin mereka dipaksa,” ungkap Basyit. <!--[if !supportEmptyParas]--> <!--[endif]-->

Gerakan ini dilakukan oleh pentolan jawara yang dibayar oleh perusahaan. Awalnya jumlah mereka banyak. Bapak saya sendiri ternyata sempat menampung tanah yang digali oleh perusahaan untuk mengurug kebun. Bapak menyatakan permohonan maafnya, karena beliau miskin informasi. Setelah tahu rencana perusahaan dan informasi dari saya bapak langsung menolaknya. Sekarang beliau menjadi tim koordinator pengumpul tandatangan di kampung. Selain bapak, beberapa jawara yang dianggap berpengaruh juga sudah menyatakan dukungan penolakan.

<!--[if !supportEmptyParas]-->

Rekan-rekan berdasarkan hasil konfirmasi dari beberapa nara sumber dan data-data yang saya baca ternyata izin pendirian PT Tirta Investama (Aqua) menunjukan banyak keganjilan. Pertama soal izin mendirikan bangunan tertera 8 Mei 2008 ditandatangani oleh kepala desa Curugoong H Aolani. Padahal pada masa itu H. Aolani tidak menjabat. Karena sedang menggelar pemilihan kepala desa. Sementara itu 8 Mei 2008 TI sudah melakukan pembangunan. Dan masyarakat protes. Artinya, surat izin dari kepala desa itu dibuat saat ada reaksi dari masyarakat.

<!--[if !supportEmptyParas]-->

Kedua, izin lokasi yang dikeluarkan oleh Bupati Taufik Nuriman untuk pembangunan TI telah menyalahi Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) 2002-2012. Bahwa Padarincang merupakan sebagai daerah agrowisata.

<!--[if !supportEmptyParas]-->

Dan seperti yang disampaikan oleh beberapa media, Analisis Dampak Lingkungan (AMDAL) TI belum dikeluarkan oleh DPLH Kabupaten Serang. Padahal TI sudah melakukan pembangunan fisik. Artinya TI sudah melanggar izin, yang izin tersebut juga tidak sesuai dengan RTRW 2002-2012/// (aji)

<!--[if !supportEmptyParas]--><!--[endif]-->

<!--[if !supportEmptyParas]--> <!--[endif]-->

SEGENAP MASYARAKAT PADARINCANG:

MUI PADARINCANG, FORUM ULAMA TAMBIUL UMAH, LPM PADARINCANG, FORUM UMAT BERSATU, MASYARAKAT PETANI BANTEN, FORUM LINTAS BARAT, HIMPUNAN MAHASISWA PALIMA CINANGKA, HIMPUNAN MAHASISWA SERANG.

<!--[if !supportEmptyParas]--> <!--[endif]-->

KOORDINATIR (BASYIT/KONTAK PERSON: 081911127433)

DUKUNGAN BISA HUBUNGI NOMOR TERSEBUT

<!--[if !supportEmptyParas]--> <!--[endif]-->

<!--[if !supportEmptyParas]--> <!--[endif]-->

<!--[if !supportEmptyParas]--> <!--[endif]-->

<!--[if !supportEmptyParas]--> <!--[endif]-->

Permalink 4 Komentar

MOHON BANTUAN, KAMPUNGKU DI OBOK-OBOK
Juli 9, 2008 at 3:54 pm (Artikel)

Senin (7/7) DPRD Serang kembali menggelar rapat kerja membicarakan nasib investasi PT Tirta Investama, anak perusahaan Danone yang membangun pabrik Aqua di Kampung Cirahab Desa Curugoong Kecamatan Padarincang Kabupaten Serang Provinsi Banten. Kalau tak salah menghitung ini adalah kali ketiga DPRD Serang memanggil Eksekutif yang memberikan izin mendirikan bangunan. Jelas, dalam rapat itu juga dibahas tentang penolakan mayoritas warga Kecamatan Padarincang yang menolak pembangunan pabrik Aqua itu yang dianggap merugikan khalayak di Padarincang.

<!--[if !supportEmptyParas]-->

Warga yang terdiri dari ulama, mahasiswa, tokoh pemuda, pelajar dan forum lurah sudah tiga kali mengadakan audiensi dengan pihak DPRD Serang. Dan secara tegas mereka tidak menerima keberadaan pabrik yang bakal menguras air bawah tanah mereka. Harga Mati: Menolak

<!--[if !supportEmptyParas]-->

SAUDARA SETANAH AIR, PARA PEJUANG LINGKUNGAN, KAWAN-KAWAN WARTAWAN, TEMAN-TEMAN BIROKRAT, YANG SAYA MULYAKAN. TERKAIT DENGAN PENOLAKAN WARGA PADARINCANG INI INGIN RASANYA SAYA BERCERITA SEKILAS TENTANG CIRAHAB

***

<!--[if !supportEmptyParas]-->

Mata Air Cirahab adalah sebuah berkah buat warga kampung Sukaraja khususnya dan Padarincang umumnya. Ia menjadi mata air yang menjadi sumber penghasilan untuk orang-orang yang berada di lingkungan Cirahab. Saya memanggil kali ini dengan Air Cimami (Karena disitu ada nama yang bernama Mami. Tokoh masyarakat, anak salah satu tokoh di Padarincang).

<!--[if !supportEmptyParas]-->

Cirahab terletak di kaki Gunung Karang. Gunung yang terbesar di Banten. Lebih dekat lagi dengan Gunung Wangun yang merupakan gugusan Gunung Karang. Dari sebuah sudutnya terdapat mata air yang mengeluarkan air bening dan jernih. Saat saya usia SD hingga SMP ini adalah tempat favorit yang saya kunjungi. Bahkan sampai saat ini masih menjadi tempat kebanggaan saya. Saya sering mengenalkannya kepada kawan-kawan. Airnya yang bening menjadi tempat segar untuk melepaskan dahaga kawan. Rumah saya di Kampung Cisaat, sekitar tiga kilometer ke kampung Cirahab ini. Meskipun begitu saya dan kawan-kawan rela untuk berjalan. Apalagi hari minggu. Sambil olahraga. Itu tidah dilakukan oleh saya tetapi anak-anak kecil dari kampung-kampung yang lain.

<!--[if !supportEmptyParas]-->

Jika kemarau datang Cirahab adalah berkah buat kami. Warga yang berada di Desa Cipayung, Ciomas, Barugbug, Cisaat, Batukuwung, Curugoong, Cisaat, pasti berbondong-bondong mandi bersama, kemudian mengambil air dengan kokang sebagai oleh-oleh pulang Rumah. Indah rasanya. Tak ada beban

<!--[if !supportEmptyParas]-->

Saat saya masih kelas lima SD bersama kawan-kawan saya masih sering memanfaatkannya untuk bacakan, makan bersama gaya Banten, di daun dengan sambal dan ikan panggan hasil tangkapan atau ngegogo.

<!--[if !supportEmptyParas]-->

Namun menginjak Madrasah Tsnawiyah, sekitar 1997-an kondisinya mulai berbeda. Dari sumber utama air Cirahab dibangun sebuah pabrik air minum kemasan. Nama perusahaannya adalah PT NATURAL EKA PERKASA. Warga mulai terganggu, ada percikan kemarahan dari masyarakat. Namun masyarakat membolehkannya karena perusahaan yang konon milik Tomy ini tidak terlampau eksploitatif. Hanya dalam jumlah kecil.

<!--[if !supportEmptyParas]-->

Saudara setanah air

Yang lebih penting lagi sebenarnya adalah mata air Cirahab ini mengairi lebih dari 4000 hektar sawah yang tersebar di Desa Batuwung, Desa Cipayung, Desa Barugbug. Saya tahu persis. Kebetulan Dari Cirahab ini mengalir ke tempat sawah kakek saya yang letaknya sekitar satu kilo dari mata air Cirahab, persisnya di Kampung Ciwarna. Bersama keluarga, saya sering memakainya untuk mandi jika habis kotor-kotoran di sawah. Artinya air ini menghidupi tanah 4000 hektar yang menjadi sumber penghidupan langsung dari empat desa.

<!--[if !supportEmptyParas]-->

Namun pihak perusahaan seperti menutup mata. Diberbagai media mereka bilang tidak akan mengganngu pasokan air dengan alasan yang diambil adalah air bawah tanah.

<!--[if !supportEmptyParas]-->

Parmaningsih, Coorperation Secretary PT Tirta Investama, ketika dimintai tanggapannya soal desakan warga agar pembangunan tidak dilanjutkan, justru mengaku optimis pabrik aqua dapat berdiri di Serang.
Menurut wanita berkacamata ini, terkait kekhawatirkan warga soal ancaman kekeringan beberapa tahun mendatang, Parmaningsih menjelaskan, pihak perusahaan sudah memikirkan hal tersebut. (Radar Banten, 2 Juli 2008)

Mereka juga mengimingi dengan janji lapangan pekerjaan dan kesejahteraan untuk rakyat setempat.

Saya mungkin bodoh untuk persoalan perairan ini. Tapi cobalah tengok

<!--[if !supportEmptyParas]-->

www.inilah.com/berita/2008/01/03/6287/tragedi-sukabumi-duka-di-tengah-limpahan-air-(1)/ -

<!--[if !supportEmptyParas]-->

Coba juga klik di mesin pencari Google dan ketik akibat kerusakan AQUA.

Sungguh!!! saya tak bisa membayangkannya jika saudara-saudara kami di Padarincang seperti halnya di Sukabumi

<!--[if !supportEmptyParas]--><!--[endif]-->

<!--[if !supportEmptyParas]--><!--[endif]-->

<!--[if !supportEmptyParas]--> <!--[endif]-->

Karena itulah Saudara Setanah Air,

saya menyampaikan pesan masyarakat Padarincang:

<!--[if !supportEmptyParas]-->

Masyarakat Padarincang mohon do’a dari kedzoliman

Birokrat, LSM yang nakal, dan para anggota legeslatif yang serakah. Juga dari godaan sesaat RP I Miliar uang yang akan digelontorkan Tirta Investama kepada warga, semoga terhindari dari hasutan segelintir warga Padarincang yang sudah menjadi calo tanah, dan terhindar dari orang-orang yang telah menggadaikan Cirahab. Kepada PT Tirta Investama warga padarincang memohon maaf karena anda harus keluar dari wilayah kami.

<!--[if !supportEmptyParas]--><!--[endif]-->


Kepada Saudara Setanah Air,

<!--[if !supportEmptyParas]-->

Kami membutuhkan bantuan saudara-saudara. Kepada para aktivis lingkungan dimanapun berada, teman-teman wartawan, pemerintah daerah Serang, DPRD Banten, Gubernur Banten, Menteri Lingkungan Hidup. Dan siapa saja yang memiliki peranana untuk menolaknya. 4000 ribu hektar sawah, yang selama ini menyuplai beras ke Pasar Induk Rau akan kering kerontang. Sawah yang menjadi sumber penghasilan akan terbengkalai. Para petani di lima desa ini hanya akan gigit jari. Dan tentu saja mandi bareng anak-anak riang saya dulu tidak akan ada lagi ceritanya. Karena tak ada lagi air Cirahab yang jernih itu.

<!--[if !supportEmptyParas]-->

Duhai Tuhan!! Negeri kami sedang di obok-obok.

Mohon Bantuan kawan-kawan. Kami rakyat tak menghendaki. Tapi-tapi tangan-tangan jahil terus mengintai.

<!--[if !supportEmptyParas]-->

www.setiakarya.wordpress.com

<!--[if !supportEmptyParas]-->

Untuk lebih jelasnya

Hubungi

Abdul Basyit (Koordinator)

081911127433

<!--[if !supportEmptyParas]-->

MUI PADARINCANG, FORUM LINTAS BARAT, LEMBAGA PEMBERDAYAAN MASYARAKAT (LPM) KECAMATAN PADARINCANG, FORUM PEDULI LINGKUNGAN, FORUM KOMUNIKASI KEPALA DESA (FKKD) PADARINCANG, MAPALA UNTIRTA, HIMPUNAN MAHASISWA SERANG (HAMAS), MAPALA IAIN, BEM UNTIRTA.

<!--[if !supportEmptyParas]--> <!--[endif]-->





SBY: Waspadai calo tanah yang gentayangan
Sektor Riil | January 15, 2010 at 11:41
--------------------------------------------------------------------------------
JAKARTA (Bisnis.com): Presiden Susilo Bambang Yudhoyono menginstruksikan Badan Pertanahan Nasional (BPN) untuk mewaspadai calo tanah yang merugikan masyarakat dan menghambat pembangunan sejumlah infastruktur di dalam negeri.

Pemerintah memantau masih terjadi penyusupan aksi para calo tanah yang menyebabkan terhambatnya pembangunan infrastruktur untuk kepentingan masyarakat seperti pembangunan bandara, pelabuhan, jalan sarana dan rumah sakit, akibat mematok ganti rugi tanah yang sangat tinggi pada pemerintah,sehingga semuanya tidak dapat dikerjakan.

“Waspadai calo-calo tanah. Calo tanah seolah-olah menolong rakyat. Tidak. Dia [calo tanah] menolong dirinya sendiri. Kalau ada proyek macet, calo tanah bergentayangan, rakyat rugi, negara rugi. Calo tanah menumpuk rejeki yang berlebihan,” katanya saat peresmian program strategis pertanahan untuk keadilan dan kesejahteraan di Pantai Marunda, Cilincing, hari ini.

Kepala BPN Joyo Winoto mengatakan saat ini pihaknya terus memberi kemudahan, kepastian batas waktu penyelesaian pelayanan, serta ketentuan biaya yang transparan diharapkan akan terus mempersempit gerak calo tanah, yang mengurus surat tanah kepada masyarakat.

Di samping itu, BPN juga telah membentuk kantor pertanahan bergerak Larasita yang juga mempermudah masyarakat yang jauh dari perkotaan untuk mengurus surat tanahnya, seperti sertifikat. Larasita mendatangi masyarakat di pelosok daerah dengan armada mobil dan kapal motor.

“Dengan kantor pertanahan bergerak, masyarakat yang jauh dari kota dapat dilayani urusan pertanahan tanpa harus repot datang ke kota, dan tanpa perlu calo lagi,” kata Joyo.

Saat ini, Larasita telah ada di 150 kantor pertanahan kabupaten/kota, dan ada Larasita kapal motor untuk Kepulauan Seribu.(yn)

Source: Bisnis.com – sektor riil




Panitia IX Diminta Tindak Calo Karian
Senin, 17 Januari 2011
RANGKASBITUNG – Komisi A DPRD Lebak meminta  panitia sembilan pembebasan lahan waduk karian untuk  menindak tegas para calo tanah, terkait rencana pembebasan lahan mega proyek waduk karian. Komisi A menilai aksi calo tanah berpeluang muncul dalam pembebasan lahan tersebut.

“Kami mendengar sudah ada aksi pembebasan lahan  di wilayah Sajira. Padahal, sesuai hasil sidak Komisi A, kesejumlah kecamatan masuk kawasan waduk karian menyatakan sampai sekarang belum ada pembebasan lahan,” kata Ketua Komisi A , IipMakmur kepada Wartawan, kemarin.

Selaku komisi yang membidangi pertanahan, kata Iip, upaya pemantauan dan pengawasan pembebasan lahan waduk karian sangat penting dilakukan. Karena  biasanya ketika muncul persoalan pembebasan lahan,  masyarakat pasti mengadu ke DPRD.

Sebagai langkah antisipasi,  Komisi minta pantia sembilan dari pemerintah daerah agar melaksanakan sosialisasi kepada masyarakat yang tinggal di sekitar kawasan yang akan dibangun waduk karian agar tidak sembarangan menjual lahannya ke pihak ke tiga atau pengusaha.

“Jujur saja,  kami dari komisi A belum pernah diajak koordinasi baik oleh pihak balai besar yang katanya bertanggung jawab atas rencana pembangunan waduk karian itu,  maupun oleh panitia sembilan terkait rencana pembebasan lahan  waduk karian. Tetapi, kami punya hak dan wewenang melaksanakan pengawasan dan pemantauan,”tegasnya.

Terpisah ,  Ketua Umum Keluarga  Mahasiswa Lebak (Kumala), Yana Hendayana Musalev mengatakan pihaknya sudah membentuk tim untuk melaksanakan investigasi ke lapangan terkait rencana pembebasan lahan waduk karian,

“Kami sudah turunkan ke tim  di desa Sajira, karena  di sanalah kami mengendus adanya aksi calo tanah  pembebasan lahan waduk karian,” katanya. (Ep. Yudha)





Tidak ada komentar:

Posting Komentar